BMI Lembata Perkenalkan Budaya Lamaholot di Pesta Kagape Sabah

Budaya pesta panen orang Sabah atau dalam Bahasa Melayu Malaysia disebut Pesta Kagape – Kaamatan, Gawai dan Panen  untuk tahun 2019 digelar di Good Shepherd Church, Setapak Kuala Lumpur, 29 Juni 2019.


suluhnusa.com – Buruh Migran Indonesia (BMI) asal Lembata di undang untuk mengisi acara pentas budaya dalam pesta panen orang Sabah Serawak di Kuala Lumpur Malaysia.

Budaya pesta panen orang Sabah Serawak merupakan pesta syukuran rakyat Malaysia bagian Sabah atas hasil dan rejeki yang didapat selama setahun. Pesta ini digelar oleh masyarakat suku Sabah Serawak di selurih Malaysia termasuk mereka yang tinggal di Kuala Lumpur.

Budaya pesta panen orang Sabah atau dalam Bahasa Melayu Malaysia disebut Pesta Kagape – Kaamatan, Gawai dan Panen  untuk tahun 2019 digelar di Good Shepherd Church, Setapak Kuala Lumpur, 29 Juni 2019.

Berbagai budaya dan adat dipentaskan pada malam pesta Kagape 2019 tersebut. Salah satu budaya yang ikut dipentaskan adalah Budaya Lamaholot yakni Tarian Kreasi Tumbuk Padi (Beku Nahu) yang dipentaskan oleh BMI Lembata dari Desa Todanara, Kecamatan Ile Ape Timur.

Walau berada di perantauan tetapi para BMI ini mengenakan pakaian adat Lamaholot berupa Sarung (wate) dan selendang serta beberapa peralatan menari khas Suku Lamaholot.

Tarian Menumbum Padi khas Lamaholot ini menggambarkan aktivitas perempuan Lamaholot pasca panen hasil kebun berupa padi dan jagung. Setelah dipanen padi dan jagung disimpan dalam lumbung dan pada bulan purnama para perempuan menumbuk padi sambil menari dan berpantun. Syukur atas hasil.panen yang melimpah.

Hal ini disampaikan oleh salah seorang Sesepuh BMI Lembata di Kuala Lumpur, Andreas Arakian ketika saat menghubungi suluhnusa.com, 30 Juni 2019 pagi.

Arakian menjelaskan perantau atau BMI asal Flores dan Lembata di Kuala Lumpur menjadi salah satu komunitas perantau yang diperhitungkan karena senantiasa terlibat aktif dalam kegiatan pentas budaya dan kegiatan lainnya yang diselenggarakan oleh Pemerintah setempat.

Selain menari tarian Menumbuk Padi BMI Lembata Flores Juga menari Tarian Jai dengan lagu Miring Konde. Para penonton bahkan orang Sabah pun ikut menari Jai, Tarian Khas Bajawa ini.

Sekedar diketahui dari 13 Negara Bagian di Malaysia, Sarawak dan Sabah termasuk yang memiliki perbedaan karena Ketua Negeri (setara dengan Kepala Daerah/Gubernur di Indonesia) bukanlah sultan yang kekuasaannya diwariskan turun-temurun. Ketua Negeri di Sarawak dan Sabah adalah Tuan Yang Terutama/TYT yang dipilih oleh rakyat melalui pemilihan. Selain itu, TYT atau Gubernur di Sarawak dan Sabah juga tidak akan mendapatkan giliran menjadi Tuan Yang Di-Pertuan Agong Malaysia (atau sering hanya disebut Agong) yang akan menjadi Kepala Negara/Raja Malaysia selama lima tahun menurut giliran yang telah ditentukan oleh 9 kesultanan melayu di wilayah Semenanjung.

Kesembilan sultan yang akan mendapatkan giliran menjadi raja Malaysia adalah Sultan dari Negeri Sembilan, Selangor, Perlis, Terengganu, Kedah, Kelantan, Pahang, Johor, dan Perak. Sistem pergiliran kekuasaan ini telah terjadi sejak Malaysia diberikan kemerdekaan oleh Inggris pada tahun 1957. Para raja/sultan dari kerajaan/kesultanan melayu tersebut akan melakukan pemilihan dengan syarat hanya raja-raja yang boleh memilih dan dipilih, dan raja-raja tersebut dipilih dengan giliran yang berkuasa selama 5 tahun untuk setiap periode.

Hal ini tidak lantas menjadikan Malaysia sebagai negara yang terpecah-pecah. Menurut sejarah, kekhususan yang dimiliki negara bagian Sarawak dan Sabah memang sengaja dibentuk guna melindungi orang-orang asal kedua negara bagian yang bergabung paling akhir dari semua negara bagian di Malaysia. Hingga kini kebijakan yang membuat Sarawak dan Sabah unik dan berbeda dari negara bagian di Semenanjung tetap membuat Malaysia kokoh sebagai negara federasi dengan sistem kekuasaan bergiliran.***

 

sandro wangak

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *