Rinduku, rindu dendam
Merindu ulas kata dengan bingar
Membuka kembali lembaran huruf berserakan
Tak kurasakan waktu memandang liar
Ah, berani pula masih memancarkan sinar
Sedang senja telah lama terbenam
Rinduku, rindu dendam
Tumpukan kertas buram berjubel; dikekang
Kuberanikan menghela meski secarik selembar
Kugoreskan sebuah kisah terlarang
Tentangku dan masa depan yang tak lekang
Antaraku dan jiwa-jiwa lain yang berdendang
Menghanyut kalam seribu pemikiran
Kiranya dosa bukan lagi penghalang
Menjamah surgaku dengan tawadhu’; sembahyang
Ah, andai masih terbaca sisa senja
Magribpun ditoleh dengan sunggingan
Dan aku seorang insan; sama seperti kekasih Sang Adam
Cukup meritualkan kisah di penghujung malam
Mampu meniti sebait; sorak kegirangan
Rinduku, rindu dendam
Berani bertaruh dalam hardikan
Beberapa diantara telah menjadi usang; malang
Menopang maut menggelisahkan
Di sebuah pengkuburan; nisan
Menganga menjerit kengerian
Tidak dalam hitungan perjam
Atau hitungan gaji bulanan
Mereka…mayat-mayat bergelimpangan
Meronta tangis dalam barisan
Sungguh prihatin; memilukan
Dan siapa aku?
Sekedar penulis amatiran
Meraba kertas buram menjadikan pedoman
Meraup Al-Qur’an dalam pembaringan
Dan rinduku, rindu dendam
Merindu dengan bergetar; mengejar
Merindu dengan sabar; berakal
Karena Tuhanku Maha Mendengar
Merangkul dalam kasih kehangatan
Meski diri menyimpan derita kenistaan
Namun tercukupkan sebuah ampunan
Allahu Akbar… Allahu Akbar…
Moga tak lekas mati sebelum menebar kebaikan!!!
Ratih Febrian K.