Tengah malam, Ketua DPRD Lembata Ferdinandus Koda dan Anggota DPRD Anton Leumaran mengunjungi massa Front Mata Mera sebagai bentuk kepedulian atas rakyat yang sedang mencari keadilan.
Mereka menuntut DPRD Lembata membatalkan pembangunan jeti dan kolam apung Awololong. Proses pembangunan di Awololong ditengarai telah menimbulkan konflik horisontal bahkan vertical (dengan Pemerintah). Hal ini karena tidak adanya sosialisasi dan transparansi dalam proses pembangunan oleh Pemda Lembata.
Ramli Leuwayan saat membacakan pernyataan sikap menjelaskan secara sosial-budaya pembangunan pariwisata di awololong dapat dikatakan sebagai sebuah tindakan “pembunuhan” terhadap nilai historis dan kultural masyarakat Lembata. Sebab sebagian masyarakat Lembata meyakini bahwa awololong adalah tempat asal-usulnya.
Lebih jauh di jelaskan, Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolahan Lingkungan Hidup, pasal 23 ayat 1 menjelaskan bahwa kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting wajib dilengkapi dengan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL).
Jika merujuk pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Lembata Tahun 2017-2022 Pemda Lembata menempatkan pembangunan berkelanjutan atau pembangunan yang memperhatikan aspek ekologi (lingkungan hidup) sebagai sebuah prinsip atau pilar utama dalam proses pembangunan daerah.
Selain itu, dalam UU Nomor 1 Tahun 2014 yang mengatur Tentang Pengelolahan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Awololong sebagai pulau kecil harusnya dimanfaatkan untuk konservasi dan ruang-ruang publik, bukan diprivatisasi untuk kepentingan komersil. Sejak tanggal ditetapkan (Oktober-Januari 2018), proses pembangunan di Awololong juga menimbulkan kecurigaan berbagai kalangan atas penggunaan keungan negara.
Bagaiamana tidak, material untuk pembangunan di Awololong tiba di lokasi pembangunan sekitar akhir bulan Desember 2018 sementara pelaksanaan pengerjaan proyek baru dimulai sejak bulan januari 2019, namun realisasi anggaran telah mencapai 80 persen. Hal ini diduga bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah.
Sampai berita ini ditulis, 19 Maret 2019, massa Front Mata Mera masih bertahan di gedung DPRD Lembata yang kerap dikenal dengan Gedung Peten Ina ini, karena menurut rencana hari ini, 19 Maret 2019 DPRD akan menggelar rapat dengar pendapat bersama pemerintah.
Sementara itu pantauan suluhnusa.com, sejak 18 Maret 2019, Bupati Lembata Eliaser Yentji Sunur dan Wakil Bupati Lembata, Thomas Ola Langoday tidak sedang berada ditempat.***
sandro wangak