suluhnusa.com – Gebrakan yang dilakukan oleh pasangan Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat dan wakilnya Josef Nae Soi yang menyatakan perang terhadap perdagangan manusia patut didukung oleh seluruh warga NTT. Pasalnya, trafficking yang menjadi masalah klasik NTT dari periode ke periode kepemimpinan di propinsi ini, tidak pernah bisa diatasi. Rencana quick action yang disampaikan oleh pasangan ini untuk melakukan pendataan TKI di Malaysia dalam waktu dekat pun patut didukung sebagai langkah pertama menuntaskan persoalan TKI ini.
Berkaitan dengan rencana pemerintah NTT untuk melakukan pendataan TKI di Malaysia, Johanes Fransiskus Riberu, pengusaha muda asal Flores Timur ini mengusulkan kepada Pemprov NTT untuk melakukannya dengan metode sensus dari desa. Caranya, dengan menggerakkan seluruh aparatur pemerintah di tingkat desa untuk melakukan pendataan siapa-siapa saja warga desa itu yang berada di Malaysia sebagai TKI, berikut keterangan domisili dan nomor kontak mereka, sudah berapa lama mereka berada di perantauan, berapa jumlah anggota keluarganya dan berbagai informasi lain.
“Semacam Pos Sensus TKI di setiap desa sehingga aparat desa langsung melakukan sensus door to door untuk mendata siapa saja anggota keluarga atau kerabat mereka yang berada di luar negeri seperti Malaysia. Dengan cara ini akan ketahuan, berapa populasi riil TKI asal NTT di luar negeri,” ungkap Riberu yang kerap disapa No Hans ini.
Menurut dia, setelah data dari setiap desa terkumpul, maka dilakukan rekapitulasi dan penyortiran di tingkat kabupaten untuk menghindari duplikasi. Setelah itu baru disampaikan ke tingkat propinsi sekaligus menjadi database TKI.
“Nah, kalau sudah mengantongi pemetaan populasi dan persebaran TKI melalui cara ini, kunjungan Tim Propinsi ke Malaysia menjadi lebih mudah karena di Malaysia sendiri, hanya TKI legal yang mudah ditemui sementara yang ilegal cenderung bersembunyi di lokasi-lokasi kerja mereka.”
Calon Anggota DPD RI dari Daerah Pemilihan NTT ini mengatakan, pos yang dibentuk di setiap desa itu pun selanjutnya akan menjadi titik pemantauan para TKI yang kembali dari perantauan. Dengan begitu data yang dimiliki oleh pemerintah selalu update.
“Kita harus melihat dari sisi masyarakat dan para TKI juga. Aspek psikologis mereka harus diperhatikan, apalagi jika mereka berangkat ke luar negeri dengan cara yang tidak legal. Nah, yang bisa melakukan pendataan dan bebas dari masalah kesulitan di lapangan adalah pada kepala desa di kampung-kampung itu,” ungkap pemilik usaha pabrik baja olahan di daerah Gunung Putri, Bogor ini.
Ia pun berharap agar langkah pemerintah propinsi ini dilakukan secara terencana, sistimatis dan berkesinambungan agar rakyat bisa melihat hasil kerja yang riil di masyarakat.***
(JFR Center)