suluhnusa.com – Dalam The Catholic ditulis gerakan hidup kerahiban mulai timbul sekitar permulaan abad IV, di padang gurun Mesir sekitar sungai Nil. Gerakan ini didorong oleh keinginan batin yang berkobar-kobar untuk menghayati hidup Kristen secara radikal dan konsekuen. Mereka menjadi rahib bukan untuk mengajar atau merasul, melainkan dengan tujuan utama: mau menjalani dan menghayati cita-cita Injili sebaik dan seradikal mungkin.
Untuk mencapai cita-cita ini mereka mengasingkan diri dari “dunia”, masuk ke dalam kesunyian gurun. Mereka menjalani laku tapa yang keras, mengingkari hal-hal duniawi dan berdoa tanpa kunjung henti.
Dorongan batin untuk menghayati cita-cita Injili seradikal mungkin ini dituangkan dalam macam-macam bentuk. Umumnya dapat dibeda kan dua golongan besar rahib: mereka yang hidup sendiri-sendiri disebut eremit. Dan para rahib yang hidup bersama dalam satu biara, disebut senobit. Bapak dan tokoh eremit yang terkenal di Mesir ialah St. Antonius (250-356). Riwayat hidupnya dikarang oleh St. Atanasius. Sedang bapak para senobit ialah St. Pakhomeus (290-346).
Hidup dan ajaran para rahib Mesir ini berhasil diperkenalkan ke Gereja Barat, antara lain melalui tulisan-tulisan St. Atanasius, St. Hironimus dan Yobanes Kasianus. Di antara para rahib Barat, St. Benediktuslah yang dapat dikatakan sebagai penegak dan bapak kerahiban Barat. Khususnya pengaruh St. Benediktus semakin meluas berkat Peraturan hidup kerahiban yang disusunnya.
Lalu St. Benediktus lahir di Nursia, Italia, pada tahun 480 dari keluarga bangsawan. Sebagai mana layaknya putera-putera bangsawan waktu itu, pemuda Benediktus dikirim oleh ayahnya ke Roma untuk menuntut ilmu supaya kelak mendapat kedudukan terhormat dalam masyarakat.
Namun tak lama sesudah tiba di Roma, Benediktus mengubah arah hidupnya. St. Gregorius Agung, pengarang riwayat hidupnya mengatakan: “Ketika didapatinya banyak mahasiswa bejat hidupnya, dibuatnya keputusan untuk meninggalkan dunia yang baru saja hendak dimasukinya itu. Sebab ia takut, kalau ia ikut mencicipi ilmu mereka, ia akan turut mereka tercebur ke dalam kebinasaan. Jadi ditinggalkannya studi, keluarga dan warisannya. Dipeluknya hidup kerahiban karena ia mau menyenangkan Allah semata-mata. Dalam mengambil langkah ini ia sadar sepenuhnya bahwa ia mengurbankan ilmu. Ia sungguh berhikmat meskipun tak terpelajar”. Pergilah pemuda Benediktus ke Subiaco dan menjadi eremit dalam sebuah gua selama tiga tahun.
Rupanya Tuhan mempunyai rencana lain dalam hidup Benediktus. Ia mulai dikenal, banyak orang datang untuk meminta nasehat dan bimbingannya. Kemudian ia berhasil mendirikan 12 pertapaan kecil, masing-masing beranggota kan 12 orang rahib dengan seorang pemimpin yang disebut Abas. MulaiIah ia merintis hidup senobit bagi para rahibnya.
Karena iri hati seorang imam bernama Florensius, Benediktus dan para rahibnya terpaksa mengungsi dari Subiaco ke Monte Cassino, dekat kota Napoli. Di sana ia mendirikan pertapaan baru, yang sampai sekarang masih ada. Di sana ia menyusun sebuah anggaran dasar atau Peraturan yang mengatur hidup para rahibnya. Di sana pula ia tutup usia pada tanggal 21 Maret 547.
Pada tahun 1098, sejumlah rahib dari biara Benediktin di Molesme, Perancis, dipimpin oleh St. Robertus, Alberikus dan Stefanus Harding, meninggalkan biara mereka dan membuka hutan Citeaux (dekat kota Dijon) sebagai tempat untuk biara mereka yang baru. Di Citeaux ini mereka menjalankan hidup bertapa secara keras, yang mereka anggap lebih sesuai dengan semangat asli St. Benediktus. Mereka khususnya menekankan kesederhanaan dan kerja tangan, yang menurut hemat mereka sudah kurang mendapat perhatian di biara Molesme. Dan nama Citeaux inilah muncul nama Ordo Cisterciensis.
Beberapa waktu lamanya tak seorangpun mau menggabungkan diri dengan para rahib Citeaux, karena takut melihat cara hidup mereka yang keras. Hal ini membuat para rahib gelisah dan putus asa. Siang malam dengan mencucurkan air mata mereka mohon panggilan kepada Tuhan. Ternyata doa mereka tidak sia-sia. Pada tahun 1112, di luar dugaan, rahmat Allah mengirimkan pemuda Bernardus bersama 30 orang sanak saudara dan temannya sekaligus masuk biara Citeaux. Berkat pengaruh St. Bernardus dalam beberapa dekade saja Ordo Cisterciensis meluaskan sayapnya di benua Eropa. Sebelum St. Bernardus wafat pada tahun 1153, sudah tersebar hampir 350 buah biara Cisterciensis di seluruh Eropa.
Sayang kejayaan ini tidak bersifat langgeng. Sejak abad XIV kemerosotan mulai menggerogoti Ordo, kecemerlangan Cisterciensis sema kin memudar. Kemerosotan ini antara lain dise babkan juga oleh wabah penyakit pes, peperangan-peperangan, skisma dan timbulnya Reformasi Protestan.
Meskipun demikian tiap kali ada biara-biara yang ingin membarui diri. Dalam abad XVII ada biara-biara yang ingin kembali ke semangat asli dan menamakan diri biara-biara Observansi Ketat. Salah satu di antaranya adalah biara La Trappe yang dari tahun 1664 – 1700 dipimpin oleh Abas De RancĂ©. Semangat pembaruan biara La Trappe mempunyai pengaruh besar terhadap biara-biara lainnya di Perancis.
TERKAIT :
https://suluhnusa.com/pariwisata/20150927/pada-keheningan-lamanabi.html
Pada revolusi Perancis (akhir abad XVIII) hampir semua biara Cisterciensis, baik di Perancis maupun di negara-negara lainnya, disapu bersih oleh Napoleon. Sesudah jatuhnya Napoleon (1814) para rahib yang masih bertahan mendirikan biara-biara lagi. Sejak waktu itu para rahib yang melanjutkan pembaruan La Trappe lebih di kenal sebagai rahib Trappist. Sebagian dari biara-biara Cisterciensis yang tidak mengikuti pembaruan La Trappe juga hidup kembali. Dengan demikian dewasa ini ada dua Ordo Cisterciensis yaitu: Sacer Ordo Cisterciensis (S.O.Cist.) yang juga disebut Ordo Cisterciensis Observansi Umum dan Ordo Cisterciensis Strictioris Observantiae (OCSO) atau Ordo Cisterciensis Observansi Ketat, yang juga dikenal sebagai Ordo Trappist. Kedua Ordo tersebut terdiri dari biara-biara rahib dan biara- biara rubiah. Dengan kata lain kedua Ordo terdiri dari dua cabang, yaitu cabang pria dan cabang wanita. menurut statistik, pada tahun 2009 OCSO mempunyai 102 biara cabang pria dan 73 biara cabang wanita, dengan jumlah anggota keseluruhan sekitar 4.000 orang. Dalam tulisan ini kami selanjutnya hanya akan membicarakan Ordo Cisterciensis Observansi Ketat (OCSO) atau Ordo Trappist saja.
Dan tahun 1995, di Lamanabi Ordo ini dibangun. Lamanabi awalnay hanya sebuah kampung. Saat ini Lamabnabi tidak asing lagi di telinga masyarakat Flores Timur bahkan dunia. Sebab di sana, di Lamanabi, ada kehidupan para nabi.
Desa yang terletak di atas bukit Tanjung Bunga ini memiliki panorama yang sungguh memanjakan mata. Rasa lelah dalam perjalanan akan terbayar dengan rasa kepuasan saat sampai di tempat tujuan karena suguhan keindahan alamnya yang membentang di atas bukit Lamanabi. Setelah melewati likunya jalann, hal pertama yang dilihat adalah pemandangan desa Beloaja yang terlihat dari atas bukit.
Setelah itu, kita disuguhkan dengan hamparan Sabana Padang Rumput nan hijau yang membentang luas, uniknya dalam hamparan terdapat beberapa Embung – Embung. Kicauan burung dan hewan ternak melengkapi suasana alam yang menyimpan aura masa depan sebagai aset pariwisata yang menjanjikan karena diimbangi dengan hawa yang sejuk, dan udara yang segar.
Hijaunya sabana padang rumput memberikan kesan yang menarik, dan tumbuhnya beberapa pohon pelindung menjadika tempat berteduh bagi para pengunjung saat menikmatinya. Di bawah pohon peneduh kita boleh menjadikan sebagai tempat baca, tempat berkumpul dan lainnya. Selain Alamnya yang menajubkan, Kampung Lamanabi juga terdapat tempat wisata religi.
Namanya Biara Terapis, biara ini memiliki tata letak bangunan yang menarik dan klasik. Sebelum masuk dalam Biara, kita di sambut dengan ramah oleh beberapa karyawan dan frater yang bertugas. Dalam Biara Terapis banyak terdapat lopo – lopo atau taman yang terbuka dan menyatu dengan bunga – bunga dan tumbuhan lain, sungguh menarik.
BACA JUGA
https://suluhnusa.com/seni-budaya/20140914/salib-adalah-iket-kewaat-nya-orang-katolik.html
Kesunyian tempat (Biara Trapist) ini menjadi salah satu situasi yang diciptakan untuk pengunjung yang mau berdoa atau mempersembahkan ujut atau niat kepada Allah atas tindak tanduk di dunia fana ini. Hal ini menjadikan Biara Terapis ini sebagai tempat penyerahan diri atas dosa – dosa, dan bisa untuk refresing otak, karena dipercaya dan sudah terbukti atas terkabulnya doa para pengunjung dan rasa nyaman.
Suasana yang hening, damai, sejuk, dan udara yang segar seperti ini akan mengembalikan kelelahan saraf otak sehingga saat berada di dalam biara terasa ada kedamaian dalam pikiran dan otak. Sungguh luar biasa. Berkunjung ke kampung Lamanabi sama seperti kita berada di dunia yang penuh kedamaian, tak terdengar suara riuh hanya terdengar lagu merdu kicauan burung. Dari suara kicauan burung ini, seakan – akan kita dihadapkan pada situasi alam berbuka.
Hari ini saya berkunjung sekaligus Tour Wisata Religi di kampung Lamanabi, merasakan langsung keindahan dan kedamaian ini.
valentinus balak waton