suluhnusa.com – Rencana Reklamasi Pantai Balauring di Desa Balauring, Kecamatan Omesuri, Kabupaten Lembata, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Telah berdampak pada kehidupan sosial dan budaya masyarakat setempat. Pelaksanaan reklamasi yang diberi nama “Pojok Cinta” diduga atas nama kepemilikan pribadi atas nama Eliyaser Yentji Sunur tersebut telah banyak melanggar hak-hak masyarakat setempat sebabtanpa persetujuan masyarakat adat Dolulolong. Pelakasanaan reklamasi yang hingga saat ini telah melakukan pengerukan/penimbunan dengan lebar 70 meter dan panjang 250 meter (17.500 meter persegi).
Pelaksanaan reklamasi ini berpotensi menghilangkan ruang hidup dari 34 Kepala keluarga yang menggantungkan hidupnya pada laut. Melaut menjadi satu-satunya sumber penghidupan bagi masyarakat setempat, karena merupakan sumber penghidupan secara turun-temurun hingga saat saat ini.
Reklamasi ini teridentifikasi banyak persoalan yang secara kasat mata dapat ditemukan diantaranya: reklamasi ini tidak memiliki ijin lokasi, tidak memiliki ijin pelaksanaan reklamasi, dan tidak memiliki analisis dampak lingkungan (Amdal).
Dengan adanya reklamasi ini, telah terjadi pelanggaran Peraturan Presiden Nomor; 122 tahun 2012 tentang Reklamasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil dan UU Nomor 1 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pantai dan Pulau-pulau Kecil; Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) Prepres Nomor 122 tahun 2012 menegaskan; jika dilakukan reklamasi pantai dan pulau-pulau kecil terlebih dahulu memiliki rencana reklamasi, rencana reklamasi mana antara lain meliputi; penentuan lokasi, rencana induk reklamasi, study kelayakan yang meliputi audit lingkungan (Amdal), analisis sosial dan ekonomi serta rencana detail pelaksanaan reklamasi.
Pasal 4 Perpres tersebut menegaskan jika dilakukan reklamasi pantai dan pulau-pulau kecil harus memiliki Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang diatur dalam Peraturan Daerah, Pasal 11 Perpres tersebut menjelaskan jika dilakukan reklamasi pantai harus memperhatikan pranata sosial, kearifan lokal, kepemilikan atau penguasaan lahan, kondisi ekosistem pesisir, dampak ekonomi dan akses publik atau kepentingan publik, dan Pasal 15 sampai dengan Pasal 21 Perpres tersebut mengatur tentang perijinan baik ijin lokasi maupun ijin pelaksanaan reklamasi selain audit lingkungan / Amdal yang di dahului dengan Peraturan Daerah tentang Zonasi Kawasan, dll;
Untuk itu Walhi NTT sebagai organisasi sosial yang konsen terhadap perjuangan masyarakat atas ruang hidupnya menyatakan:
- MemintaBupatiLembataMenghentikan proses pelaksaanreklamasi
- MemintaBupatiLembatamenegakkanPeraturanPresidenNomor; 122 tahun 2012 tentangReklamasi Wilayah PesisirdanPulau-pulaukecildan UU Nomor 1 tahun 2014 tentangPerubahanatasUndang-undangNomor 27 tahun 2007 tentangPengelolaan Wilayah PantaidanPulau-pulau Kecil.
- MengembalikandanmemulihkanruanghidupmasyarakatpesisirDesa
Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi
Direktur Eksekutif Walhi NTT