
suluhnusa.ET – Oleh karena itu, akses di TPS termasuk pintu masuk, kotak suara dan bilik suara harus bisa memudahkan dan mengakomodir teman-teman difabel dalam melakukan pemungutan suara.
Pernyataan ini disampaikan oleh Ketua KPU Lembata, Piter Payong, 9 Juni 2018 lalu ketika melakukan sosialisasi dan simulasi pemungutan suara kepada kaum Difabel di kantor KPUD Lembata.
saat itu kaum difabel yang mengikuti sosialisasi tersebut sebanyak 40 orang. Sayangnya, apa yang disampaikan Piter Payong, selaku Ketua KPU Lembata tersebut tidak menjadi kenyataan.
Bukan hanya kotak suara dan pintu masuk yang bisa memudahkan kaum difabel saat pencoblosan di TPS 27 Juni 2018 kemarin tetapi perlakukan petugas KPPS di TPS juga memperlakukan pemilih Difabel tidak manusiawi.
Sebut saja kejadian di TPS 2 Kelurahan Selandoro, Kecmatan Nubatukan, Kabupaten Lembata. Saat hari pencoblosan Pilgub NTT, 27 Juni 2018, seorang petugas membentak seorang pemilih Difabel hanya karena pemilih tersebut memilih pintu masuk lain yang bisa membuat dirinya nyaman dan tidak merepotkan orang lain. Apalagi pintu masuk yang disediakan di TPS tersebut memiliki tangga.
Adalah Maria Mangdalena Kurniawati Liarian, salah seorang pemilih Difabel dibentak olh petugas KPPS di TPS 2 kelurahan Selandoro.
Kepada media ini, 28 Juni 2018, Kurniawati menceritakan, dirinya trdaftar dalam DPT Kelurahan Selandoro dengan undangan C6 untuk memilih di TPS 2 Kelurahan tersebut. Sayangnya, pintu masuk di TPS tersebut memiliki tangga dan menyulitkan dirinya. Walau demikain, Kurniawati tetap ingin menggunakan hak pilihnya dan memilih menggunakan pintu lain yang lebih rata dan memudahkan dirinya agar tidak merepotkan orang lain.
“Ada perlakuan tidak enak dari salah satu petugas di TPS. Saya yang notabene difabel mau tidak mau harus mencari jalan atau pintu masuk yang nyaman buat saya sehingga tidak merepotkan orang lain. TPS yang saya dapat pintu masuknya ada tangga sehingga saya harus putar ikut sebelah yang tidak pake tangga. Saat itu, saya dipanggil salah satu petugas yang duduk berempat di meja dan membentak saya. Dengan nada kasar dia bilang ikut sebelah sana bukan dari sini. Saya yang kaget langsung menoleh dan bilang sama ibu itu, kondisi saya seperti ini dan tidak bias ikut sebelah sana. Jujur saya malu bercampur murka,” ungkap Kurniawati.
Sebelumnya diberitakan, Sebanyak 40 orang difable mengikuti sosialisasi dan simulasi pemungutan suara Pemilihan Gubernur (Pilgub) NTT 2018, di Kantor KPU Kabupaten Lembata, Sabtu (9/6/2018). Kaum difabel tampak antusias mengikuti sosialisasi ini. Diharapkan, TPS nanti ramah difabel.
Ketua Forum Peduli Kesejahteraan Difabel dan Keluarga (FPKDK) Kabupaten Lembata, Katarina Veronika Mudapue alias Nona Mudapue mengatakan, sosialisasi ini merupakan ruang yang diberikan KPU Kabupaten Lembata kepada kaum difable yang selama ini disepelehkan dan hak-hak mereka kurang diperhatikan.
“Semoga langkah awal KPU Kabupaten Lembata dalam pemilihan kali ini dapat digunakan sebaik-baiknya oleh kaum difable terutama kaum difabel pemilih pemula agar dapat memberikan hak suaranya sesuai dengan hati nurani tanpa ada paksaan,” ujar Mudapue.
Dia juga berharap tempat pemungutan suara (TPS) nanti dapat didesain untuk mengakomodir kebutuhan kaum difabel. “Semoga mereka dapat diperhatikan saat hari pemungutan suara nanti khususnya TPS yang ramah difabel,” kata Mudapue.
Lebih jauh, Mudapue menjelaskan bahwa FPKDK menggunakan istilah difabel untuk menggantikan kata disabilitas. “Difabel itu istilah yang lebih berbela rasa dibanding kata (penyandang) disabilitas. Mereka itu orang-orang yang memiliki kemampuan berbeda, bukan orang-orang yang memiliki kekurangan. Masyarakat dan penyelenggara negara, termasuk KPU harusnya peduli pada mereka. Fasilitas yang disediakan bagi mereka, bukan memaksa mereka menyesuaikan dengan fasilitas yang ada,” tandasnya.
Data FPKDK menyebutkan bahwa di Kabupaten Lembata sekurang-kurangnya terdapat 1.444 orang difabel. Data ini termasuk anak-anak yang belum punya hak pilih.
Data KPU Kabupaten Lembata menunjukan difabel pemilih di Kabupaten Lembata saat ini berjumlah 515 pemilih yang terdiri dari pemilih laki-laki sebanyak 245 dan pemilih perempuan 270 orang.
Ketua KPU Lembata, Piter Payong mengatakan pihaknya saat ini lebih banyak melakukan simulasi pemungutan suara untuk kaum difabel. Sebelumnya KPU juga melakukan kegiatan yang sama pada tanggal 11 Desember 2017) lalu.
“Sosialisasi ini akan kita teruskan ke struktur paling bawah KPU yaitu kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS),” kata Piter.
Piter menambahkan undang-undang tentang penyelenggaraan pemilu memberi ruang kepada warga difabel untuk mempunyai hak yang sama, yaitu memilih dan dipilih seperti warga masyarakat lainnya.
Sementara iru terkait perlakuan tidak manusiawi dari petugas KPPS di TPS 2 Kelurahan Selandoro, terhadap pemilih difabel, Ketua KPU Lembata, Piter Payong belum bisa dikonfirmasi. Komisioner KPU Lembata, Bernabas Marak yang dikonfirmasi melalui pesan WhatssApp juga belum menjawab sampai berita ini selesai ditulis.***
sandro wangak
Terlepas dari sudah atau belum tersosialisasinya ttg kemudahan dan perhatian khusus dari pemerintah bagi saudara2 kita yg disabilitas/difabel oleh KPU Kabupaten- saya kira petugas KPPS tersebut sebagai orang Lembata mestinya tahu etika/ budaya kita. Tidak mesti tertulis atau diingatkan orang lain. Semestinya hati kita tergerak spontan merespon menolong siapapun apalagi kaum disabilitas dan lansia yang bermasalah dengan jalannya (kaki).
Semoga kepeduliaan itu muncul tanpa mesti menunggu aturan atau reminder dari orang lain. Salam Lewotana!