suluhnusa.com – Belakangan ini di Lembata, banyak terjadi persoalan pidana khususnya kasus pidana yang diatur dalam Pasal 284 KUHP yang mengatur khusus tentang perzinahan.
Kasus dugaan penzinahan yang dilakukan oleh LL, Kades Mahal I bersama JI mendapat tanggapan dari salah satu praktisi hukum di Lewoleba.
Terhadap penerapan pasal perzinahan ini, menurut Juprians Lamablawa, SH.,MH salah satu penggiat hukum di Lembata menerangkan kepada media ini disela-sela kesibukannya di Kota Lewoleba, bahwa terhadap penerapan Pasal 284 KUHP yang mengatur khusus tentang Perzinahan, tidak hanya menjerat Pria beristri, tapi juga dapat menjerat Wanita yang telah bersuami, jika istri/suami dri pasangannya mengadu, hal ini diatur jelas dalam pasal 284 KUHP ayat (1) Diancam dengan Pidana penjara paling lama sembilan bulan 1.a. seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendok (overspel), padahal diketahui bahwa Pasal 27 BW berlaku baginya., b. seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendok, padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya.
Pasal 284 ayat 1 ke 1 huruf a berlaku untuk pria dan pasal 284 ayat 1 ke 1 huruf b berlaku untuk wanita.
Olehnya itu, terhadap penerapan pasal Perzinahan ini, bisa menjerat dua-duanya, bisa menjerat pria beristri dan bisa juga menjerat wanita yang sudah bersuami sah secara hukum, namun ada tapinya, Penerapan pasal ini kecuali ada pengaduan suami/istri sah yang dalam hal ini sebagai korban.
Jika tidak ada pengaduan maka tidak dapat di tuntut, hal itu pula diatur dalam pasal 284 ayat (2) yang berbunyi “Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku Pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah meja dan ranjang karena alasan itu juga.
“Pasal 284 ayat (2) ini pada pokonya menjelaskna bahwa dalam penerapan pasal 284 ayat (1) musti ada korban yang mengadu barulah dapat dilakukan penuntutan,” jelas Juprians kepada suluhnusa.com, 27 September 2018 di Lewoleba.
Ditanya terhadapa perkara yang sedang dihadapi Kades Mahal 1 kecamatan Omesuri, Lamablawa mengatakan bahwa jika istri sah dri kades Mahal 1 pun ikut mengadu ke iunit PPA Polres Lembata, tentu penyidik akan menerapkan Pasal 284 ayat (1) ke 1 huruf b. Untuk menjerat si wanita (pasangan zinah kades Mahal 1), jadi dua-duanya baik pria maupun wanita dapat dijerat dengan pasal 284 KUHP.
Saran Lamablawa sebaiknya di selesaikan secara baik-baik, masi ada hukum adat sebagai wadah penyelesaian secara hukum, tidak semua persoalan harus dibawah ke ranah Pidana, bisa juga di selesaikan secara hukum yang lain, misalkn hukum adat, saya kira hukum adat kita di Lembata ini, sanksi sosialnya jauh lebih berat y dari sekedar ancaman hukuman yang diatur pasal Zinah ini.
Bagi Juprians, keadilan yang nilainya paling tinggi adalah Perdamaian.
“Berdamailah jika hal itu dapat dilakukan,” tandas Pengacara muda ini.
Kasus delik aduan terhadap kepala Desa Maha I berinisial LL masih dalam tahap penyelidikan. Kasus ini belum ditingkatkan ke tahap penyidikan dan sampai saat ini sudah tiga orang saksi yang diperiksa penyidik PPA Polres Lembata. Sementara LL dan JI akan dipanggil hari Senin, minggu depan.
Menurut Kasat Reskrim Polres Lembata Iptu Yohanis Wila Mira, kasus itu telah diadukan Ikram kepada polisi. Polisi juga telah menindaklanjuti dengan memanggil para saksi ntuk dimintai keterangan.
Diberitakan media ini sebelumnya Kepolisian Resort Lembata, 14 September 2018 menerima laporan dugaan perzinaan yang dilakukan oleh salah seorang Kepala Desa di Lembata. Laporan ini tercatat di Polres Lembata denga nomor nomor SPTL/109/IX/2018/NTT/RES LEMBATA. sebagai pelapor, salah seorang warga Desa Panama, Tahir Ikram Ardiyansah (36).
Ikram mengadukan laporan dugaan perzinahan yang dilakukan oleh Kades Mahal I, Berinisial LL dengan bersama istrinya JI.***
sandro wangak