suluhnusa.com – Setiap tahun sejak Lima Abad lalu sampai saat ini prosesi Spiritual Semana Santa selalu dirayakan. Semana Santa bukan saja hajatan Spiritual semata tetapi sudah melebur menjadi tradisi Umat Katolik Larantuka, Sejarah Kota Larantuka, dan peradaban Orang Larantuka.
Semana Santa bagian integral kota Larantuka. Semana Santa, identitas orang Larantuka. Dan karena menjadi identitas orang Larantuka, Semana Santa sudah menjadi milik semua agama yang berkembang di Kota Bunda Maria atau Kota Reinha tersebut. Semana Santa bukan hanya milik Orang Larantuka yang beragama Katolik tetapi juga milik orang Larantuka yang beragama Islam, Protestan, Hindu bahkan Budha.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Panitia Semana Santa tahun 2018, Tonce Matutitina, melalui Dion Fernandez salah seorang anggota Panitia ketika dihubungi suluhnusa.com, melalui telepon seluler, 28 Maret 018. Fernandez menjelaskan, karena sudah menjadi tradisi maka Semana Santa adalah milik semua orang Nagi (Sebutan Bagi Orang Larantuka), baik yang beragama Katolik, Islam, Protestan, Hindu dan Budha.
Dan karena sudah menjadi identitas orang Larantuka, Perayaan Pekan Suci Semana Santa, yang dimulai sejak Minggu Palma selalu semua masyarakat.
“Biasanya Remaja Masjid dan pemuda GMIT juga Teruna Teruni Hindu, mengambil peran dalam menjaga kelancaran prosesi Semana Santa,” ungkap Fernandez.
Fernandez, secara detail menjelaskan selain Gereja Katedral, ada tiga kapel di Larantuka yang menjadi titik penting dalam Semana Santa, yaitu Kapela Tuan Ma, Kapela Tuan Ana, dan Kapela Tuan Meninu. Ketiganya dinamakan sesuai dengan nama tiga patung suci yang disimpan di rahim ketiga bangunan itu. Di luar Paskah, ketiga patung itu disembunyikan dari mata publik. Patung Tuan Ma, Ptung Bunda Maria merupakan simbol utama dalam perayaan.
Patung ini menampilkan figur Bunda Maria (disebut “Mater Dolorosa” oleh warga) yang sedang berduka dan menangis. Banyak sumber menulis, patung Tuan Ma bersama Tuan Ana (Yesus) didatangkan ke Larantuka pada abad ke-16 oleh dua misionaris Portugis, Gaspardo Espírito Santo dan Agostinhode Madalena.
Perayaan warisan Portugis di Larantuka tersebut merupakan ritual yang sudah dilakukan sejak 5 abad lalu. Makna perayaan menempatkan pusat ritual kepada Yesus dan Bunda Maria sebagai perempuan berkabung (Mater Dolorosa) karena menyaksikan penderitaan anaknya sebelum dan saat disalibkan.