SULUH NUSA, KUPANG – PENJABAT Bupati Lembata, Matheos Tan digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kupang atas Keputusannya yang mengabaikan Hasil Peringkat Tertinggi Panitia Seleks dalam seleksi Terbuka dan Kompetitif atau disebut juga Lelang Jabatan di Kabupaten Lembata yang dimulai pada bulan Agustus Tahun 2023,
Keputusan Penjabat Bupati Lembata ini membuahkan kontroversi pada salah satu peserta pada Jabatan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Lembata.
Rilis yang diterima SuluhNusa.Com, 23 Maret 2023, Kuasa Hukum Penggugat, Charles Kia, SH, menilai langkah positif yang dilakukan oleh Pj. Bupati Lembata, Matheos Tan, yang melakukan pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi melalui Lelang Jabatan sangat diapresiasi dari pada sekedar mengangkat Pelaksana Tugas (Plt).
“Apalagi beliau sebagai Pejabat Bupati yang berasal dari Birokrat tentu berbeda dan lebih paham Birokrasi dibandingkan dengan Bupati sebagai Jabatan Politik Lelang Jabatan adalah pengisian jabatan berdasarkan sistem peringkat atau perangkingan sebagaimana pada umumnya seperti pada seleksi komisioner KPU, pengadaan barang dan jasa, ataupun penetapan calon terpilih anggota DPR/DPRD”, ungkap Charles.
Menurut Charles, lelang jabatan adalah sebuah kompetisi kemampuan para peserta. Tapi heranya dalam pelaksanaan seleksi terbuka ini hanya sekedar sebuah sandiwara dengan dalil sudah sesuai prosedur.
“Hasil seleksi bukanlah dapat diabaikan hanya dengan alasan policy (kebijakan) semu saja karena Seleksi ini membebankan keuangan / anggaran daerah. Jika kegiatan seleksi ini tidak bermanfaat, artinya sama dengan pemborosan anggaran/keuangan daerah. Guna apa dilakukan Seleksi? Begitu juga dengan peserta yang mendaftar. Hanya memenuhi quota. Paling hanya 3 atau 4, 5 orang saja. Bandingkan dengan kabupaten di luar NTT. Bisa sampai 20 atau 30 orang yang mendaftar”, tulis Charles dalam rilisnya.
Gugatan sengketa Tata Usaha Negara ini sudah didaftar sejak tanggal 6 Februari 2024. Kemudian dilanjutkan Agenda Sidang Persiapan, dan pada tanggal 21 Maret 2024 mulai dengan Agenda Sidang Pembacaan Gugatan.
Tujuan gugatan kami ini, selain untuk menguji Keputusan Pj. Bupati Lembata, Matheos Tan, yang dianggap melanggar peraturan perundang-undangan dan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB), juga dengan adanya gugatan ini diharapkan akan dapat membuka persepsi PNS bahwa Seleksi Terbuka adalah ajang kesempatan bagi semua orang. Bukan hanya untuk orang-orang yang mempunyai kedekatan dengan Pejabat, yang akan mendapat Jabatan.
Lebih lanjut, Charles menjelaskan ada 3 (tiga) dalil yang diuji di PTUN agar ke depan, pelaksanaan proses Seleksi yang keliru akan tidak terjadi lagi atau Seleksi terbuka tersebut wajib dilaksanakan sebaik-baiknya. Pertama: Kewajiban apa saja yang dilakukan oleh Panitia Seleksi agar Seleksi itu dapat dipercaya oleh publik terutama PNS Lembata. Tidak ada celah-celah untuk melakukan kecurangan dalam Seleksi agar meloloskan seseorang yang sepatutnya tidak lulus atau menggugurkan seseorang yang seharusnya lulus. Sinyalir dugaan, ada peserta yang mendapat nilai merah (Kurang Memenuhi Syarat) pada peringkat 4 (empat) kemudian melonjak ke peringkat 2 (dua) diakui dan dijawab oleh Ketua Panitia Seleksi, Patrisius Emi Udjan, pada Sidang Pemeriksaan Persiapan, adalah karena akumulasi nilai semua tahapan seleksi. Kedua, Keputusan Pj. Bupati tersebut mendasarkan pada hak prerogatif beliau atas hasil seleksi terbuka, sebagaimana penjelasan Ketua Panitia Seleksi, Patrisius Emi Udjan, pada Sidang Pemeriksaan Persiapan. Jika memang ada hak prerogatif dalam Seleksi Terbuka dapat menimbulkan arti yang negatif karena akan ada Ruang Gelap terjadinya KKN. Ketiga, Tahapan Penetapan dan Pelantikan pada hari yang sama itu tidak wajar atau tidak patut.
“Wujud tindakan sewenang-wenang dari Pejabat Eksekutif sering terjadi dalam hal yang sederhana, yaitu sering lambat dalam membuat Keputusan atau Tindakan dalam melaksanakan sesuatu apabila tidak sesuai dengan motif/kepentingan tertentu”, tegas Charles.
Ia menuturkan, Sejalan dengan Teori Trias Politica, Keputusan Eksekutif yang salah atau Tindakan Eksekutif yang sewenang-wenang, dapat dikontrol dan diperbaiki oleh Keputusan Yudikatif.
“Itulah bentuk Upaya Hukum terakhir (ultimum remedium) bagi Masyarakat dalam mencari keadilan. Jangan dinilai sebagai bentuk ketidaktaatan atau pembangkangan”, tegas Charles. +++goe.t